DUA ALIBI TAK TERPISAHKAN
Perjalanan kehidupan laksana mata rantai yang terus berputar dan berkesinambungan. Kadangkala rantai itu di atas dan kadangkala ia di bawah, tidak ada yang bisa memastikan setiap rantai yang beputar akan selalu kita ketahui serta sesuai harapan. Hal tersebut juga telah Allah firmankan dalam kitab suci yang diturunkan kepada utusan terakhir-Nya, “boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu.”
Sebagai manusia yang dianugerahi keluasan akal dan kepekaan hati nurani, dituntut untuk terus berpikir dan mencerna apapun yang terjadi serta hal yang akan terjadi. Istilahnya, sedia payung sebelum hujan, sebagai bentuk mawas diri. Seringkali sebagian mereka terlalu larut dalam sebuah kelebihan dan menganggap apapun yang dilakukan sudah maksimal. Padahal masih terlalu banyak kebolongan yang membutuhkan konsentrasi menuju perbaikan. Terlalu banyak hal yang menuntut perhatian lebih untuk dikembangkan yang mana sebelumnya belum pernah terpikirkan. Istilahnya, kegagalan seseorang terletak pada argumentasi diri yang mengatakan bahwa apa yang didapat adalah sebuah bentuk maksimalitas. Padahal siapapun ia dan apapun jabatannya, jika dalam benak mereka terdapat sebuah argumentasi rasa “puas” akan segala sesuatu, di sanalah letak kegagalan terjadi. Steven R Covey dalam bukunya “The Sevent Habits of Highly effectife people”, mengatakan bahwasanya dari sekian banyak tokoh dunia yang melesat dalam karirnya, kebanyakan dari mereka yang mengalami kegagalan sebelum akhirnya meraih kesuksesan.
Sebenarnya, kegagalan dan kesuksesan itulah yang merupakan aplikasi dari mata rantai itu sendiri yang tidak bisa terpisahkan. Kalau kita mengaca pada perjuangan nabi besar kita nabi Muhammad Saw dalam mensyiarkan Islam, maka akan kita temukan sejuta rintangan yang beliau hadapi sebelum akhirnya Islam tersebar di seluruh penjuru Jazirah Arab dan sekitarnya. Kesabaran, perjuangan dan pengorbanan beliau lakukan demi menegakkan kebenaran di balik panji-panji agama. Dan saat inilah kita rasakan bentuk dari perjuangan beliau, seluruh kehidupan diatur oleh Islam dengan rapi. Mulai masalah kewanitaan sampai pada urusan politik, bidang ekonomi dan lain sebagainya. Hidup teratur juga dampak dari suksesnya perjuangan beliau di masa lalu yang penuh cobaan, hinaan, cacian bahkan amukan pun beliau terima hanya untuk mempertahankan aqidah yang pada saat itu merupakan kebenaran minoritas. Sakralitas keyakinan yang mereka yakini kala itu terlalu mendarah sehingga sulit dipisahkan, apalagi posisi Islam sebagai agama asing dalam kehidupan masyarakat Jahiliyah masa itu.
Jika beliau berdiam diri dan menyerah dengan kegagalan yang terus terjadi, dan dengan kerasnya hati Jahiliyah kala itu, niscaya kenikmatan berupa kebenaran sebagai asas agama tidak akan pernah kita rasakan sekarang. Begitu juga dengan perjuangan kita sebagai pelajar, jika hanya behenti dan meratapi sebuah kegagalan tanpa optimalisasi diri terhadap kelebihan dan intropeksi diri akan kesalahan dan kegagalan, serta terus berusaha menjadi yang terbaik, niscaya kenikmatan dari kesuksesan seperti halnya Islam sulit kita raih.
Apapun yang kita hadapi, layaknya sebuah jalan yang selain berliku dan menanjak, juga memiliki duri-duri dan kerikil-kerikil tajam. Jika kita menoleh ke belakang dengan keinginan lebih baik mundur kembali daripada terus berusaha menaklukkan apapun yang terjadi di depan, maka taman syurgawi dengan hiasan bunga-bunga dan santapan lezat tidak akan pernah bisa di petik.
Seperti halnya rutinitas dalam beragama yang akan mengantarkan setiap pengikutnya menuju syurga Ilahi. Rutinitas itu seakan sulit dilakukan dengan adanya godaan Syetan-syetan di setiap sudut relung hati, padahal telah diketahui bersama bahwasanya semua itu merupakan bekal kehidupan mendatang yang kekal yaitu akhirat. Tentu berbeda dengan kenikmatan duniawi semata yang fana dan menghasilkan sesal di akhirat kelak, kenikmatan duniawi akan lebih mudah terlaksana hanya dengan iming-iming Syetan yang luar biasa, padahal Allah mengingatkan umat Muhammad bahwasanya Syetan adalah musuh-musuh yang nyata bagi manusia.
Kadangkala dalam kegagalan, seseorang seringkali menyalahkan orang lain dan naifnya, bahkan sampai menyalahkan Tuhan tanpa berpikir untuk mencari jalan keluar yang terbaik. Apapun bentuk kegagalannya, tidak akan lepas dari keteledoran diri. Namun perlu disadari bahwa setiap yang terjadi, mengandung hikmah besar yang bisa dirasakan. Sebenarnya, kegagalan seseorang sangat erat kaitannya dengan hubungannya dengan Allah, hubungan baik dengan manusia di sekitarnya dan juga dengan lingkungan yang ada. Terlalu naif jika menilai bahwa kesuksesan hanya ditentukan oleh peran individu tanpa adanya campur tangan pihak lain, karena kesuksesan apapun dan siapapun tidak akan lepas dari peran Ilahi yang senantiasa mengajarkan hamba-Nya untuk lebih menghargai sesuatu dan berterimakasih kepada sesamanya sebelum akhirnya bersyukur yang seluas-luasnya pada Rabbinya.
Jika kita memperhatikan orang-orang yang sukses, niscaya kita akan menemukan unsur kedekatan dan peran Ilahi. Karena Allah berfirman “mintalah pada-Ku maka akan Aku kabulkan”. Jika jauh dari-Nya maka jangan pernah menyalahkan-Nya jika mengalami kegagalan. Meskipun ada sekelompok orang yang gagal meraih kesuksesan dengan perjuangan dan pengorbanan yang luar biasa, serta kedekatan mereka pada Tuhan. Inilah yang dinamakan ujian Tuhan kepada hamba-Nya dengan tujuan melihat kwalitas keimanan dan ketakwaan mereka, serta menguji kesabaran dan kegigihannya dalam mempertahankan kedekatannya kepada Ilahi serta kesabaran dalam menghadapi cobaan yang ada. Bagi mereka kesuksesan terbesar adalah lulus dari ujian dan cobaan Ilahi. Menyerah dalam menjalankan ujian Tuhan, niscaya akan mendatangkan penyesalan yang akan menghiasi setiap langkahnya.
Ada ungkapan “Bila Allah cepat mengabulkan doamu, maka Dia menyayangimu, bila Dia lambat mengabulkan doamu, maka Dia ingin mengujimu, bila Dia tidak mengabulkan doamu, maka Dia merancang sesuatu yang lebih baik untukmu. Oleh karena itu, senantiasalah berprasangka Baik pada Allah dalam Keadaan apapun jua. Karena kasih sayang Allah mendahului kemurkaan-Nya".
Begitu juga perjuangan Imam Muhammad Abduh seorang pemikir Islam kontemporer ketika dia ingin menyetarakan pendidikan antara kaum laki-laki dengan kaum wanita. Dinyatakan dalam bukunya “al-Mursyid al-amîn Lil’Banât wa al-Banîn” bahwasanya ia mendirikan sekolah gratis yang dibuka untuk kaum laki-laki dan perempuan, sekalipun di sana-sini ada rongrongan dan ancaman dari berbagai pihak terhadap Abduh yang telah membolehkan serta membuka peluang bagi kaum wanita mengenyam pendidikan. Hal itu juga dilakukan karena ia melihat kondisi masyarakat Mesir yang sangat kesulitan dalam masalah biaya, yang berdampak bagi wanita untuk selalu mengalah dari laki-laki dalam menuntut ilmu.
Akhirnya, segala sesuatu membutuhkan perjuangan dan pengorbanan. Tidak ada yang bisa didapat dengan kemudahan. Dan di dunia ini tiada apapun yang sempurna. Pasti dalam setiap perjalanan ada kegagalan dan kesuksesan yang menghiasi, karena kehidupan selalu berputar. Dengan kesuksesan setiap insan bisa menata diri lebih baik lagi dengan menambah rasa syukur dan ketakwaan kepada Ilahi. Dan dengan kegagalan setiap orang bisa berpikir bahwa kasih sayang dan rahmat Allah tidak akan pernah pupus. Dan dengan kegagalan pula, akan menjadikan seseorang selalu berintropeksi diri dan menambah ketakwaan pada Ilahi. Bahwa tiada kesuksesan tanpa perjuangan yang melelahkan, dan tiada kegagalan tanpa kesuksesan di hari kemudian. Setiap insan pasti akan menangis, akan tetapi tangisan mana yang tidak akan pernah berhenti? Dalam setiap langkah akan ada tempat berhenti, akan tetapi ia akan sampai pada muara pemberhentian dan langkah terakhir. Hanya pada-Nya ku serahkan semua urusan.
0 comments:
Post a Comment